Cara mendapatkan 3 Dolar per hari, kerjanya cuma klik iklan yang muncul langsung dibayar caranya:klik gambar dibawah ini atau klik Register Clixsense, lengkapi identitas, tekan Sign-Up kemudian konfirmasi Email.Anda siap klik iklan. Info Lengkap
REPUBLIKA.CO.ID,Kehadiran teknologi memang cukup
menguntungkan di banyak hal. Di satu sisi teknologi mendongkrak mobilitas dan
memudahkan aktivitas manusia. Namun, tak dimungkiri di sisi lain, menurut
perspektif Islam, ada persoalan yang mengganjal sebagai efek dan konsekuensi
dari teknologi itu.
Fenomena mutakhir ini, seperti terlihat dari maraknya mp3 Alquran yang bisa tersimpan di berbagai perangkat pintar dan telepon genggam. Bermaksud baik, hendak menghadirkan kekhusyukan dan keteduhan, tak sedikit Muslim memasang nada dering berupa lantunan ayat suci Alquran itu atau kalimat tayibah lainnya. Seperti, azan, iqamat, basmalah, dan taawudz. Bolehkah hal ini dilakukan?
Fenomena mutakhir ini, seperti terlihat dari maraknya mp3 Alquran yang bisa tersimpan di berbagai perangkat pintar dan telepon genggam. Bermaksud baik, hendak menghadirkan kekhusyukan dan keteduhan, tak sedikit Muslim memasang nada dering berupa lantunan ayat suci Alquran itu atau kalimat tayibah lainnya. Seperti, azan, iqamat, basmalah, dan taawudz. Bolehkah hal ini dilakukan?
Persoalan ini mendapat sorotan dari berbagai lembaga fatwa di beberapa negara Timur Tengah, antara lain, Mesir, Arab Saudi, Sudan, dan Uni Emirat Arab (UEA). Lembaga-lembaga fatwa otoritatif di negara-negara tersebut sepakat menegaskan, penggunaan lantunan ayat suci Alquran sebagai nada dering tidak diperbolehkan. Tindakan ini dianggap merusak kesucian Alquran. Sebab, tak seharusnya Alquran diposisikan untuk nada dering.
Secara garis besar, argumentasi yang disampaikan oleh lembaga-lembaga itu telah terwakili oleh dua lembaga fatwa berikut, yakni Dar al-Ifta’ Mesir dan Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi.
Dar al-Ifta’ Mesir menguraikan, pemasangan Alquran sebagai nada dering dianggap tak sesuai dengan etika kepatutan dan kepantasan berinteraksi dengan kitab suci Alquran. Apalagi, terdapat tuntutan bersuci saat memegang atau membaca Alquran.
“Sesungguhnya Alquran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh) tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS al-Waqiah [56] :77-79)
Menurut lembaga yang kini dipimpin oleh Syekh Syauqi Ibrahim Abd el-Karim Allam itu, Alquran diturunkan sebagai bahan bacaan dan renungan, sedangkan jika dipakai sebagai nada dering, tujuan itu tak tercapai. Alih-alih menghadirkan kekhusyukan, justru suasana hening itu dengan sendirinya akan terpecah saat menjawab panggilan. Ayat yang semestinya terbaca sempurna, bisa terpotong secara tak beraturan dan menghilangkan esensi makna yang sesungguhnya.
Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi menambahkan, nada dering Alquran dilarang karena dikhawatirkan dapat merendahkan Alquran. Ini karena pada dasarnya Allah menurunkan Alquran sebagai kitab petunjuk untuk dibaca, dipahami maknanya, dan dipraktikkan nilai-nilai berikut ajarannya. Bukan untuk dijadikan sebagai nada dering. Baik di ponsel ataupun perangkat pintar lainnya.
Bahkan, menurut Komite yang pernah diketuai oleh Syekh Abdullah bin Baz ini, larangan penggunaan nada dering itu tidak terbatas pada bacaan Alquran, tetapi juga mencakup nada dering lagu-lagu dan musik atau instrumen appun bentuknya. Baik berupa nasyid murni apalagi yang disertai dengan iringian alat musik.
Larangan ini merujuk pada hadis sahih riwayat Bukhari tentang larangan musik secara umum. Mengutip pendapat Syekh Ibnu Taimiyah, Komite ini menjelaskan bahwa musik atau sejenisnya, termasuk ma’azif yang dilarang. Maka sebagai solusi, cukup memakai nada dering standar berupa bunyi dering bel atau suara telepon klasik.
Lalu, bagaimana dengan nada dering azan atau kalimat tayibah lainnya, seperti doa, shalawat, dan zikir lainnya? Lembaga-lembaga di atas masih sepakat, hukumnya tidak boleh. Dalam konteks azan, misalnya, pemakaiannya untuk nada dering bisa menimbulkan kebingungan soal waktu shalat. Orang di sekitar yang tak sengaja mendengarkannya, bisa terkecoh. Dan, pemakaiannya pun dianggap tak sepantasnya.
Serangkaian kalimat tayibah itu adalah bentuk ibadah. Maka, tak sepatutnya menempatkan posisi syiar agama itu dalam kondisi tak sepantasnya, seperti penggunaannya untuk nada dering. Ini dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap syiar agama.
Niat baik itu tak selamanya sejajar lurus dengan norma dan etika syariat. Karenanya, lebih baik menggunakan nada dering selain syiar-syiar di atas. Bagaimanapun, syiar-syiar agama itu lazimnya dihormati dan diagungkan. Bukan malah sebaliknya. “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS al-Hajj [22]: 32).
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/13/07/19/mq67mq-nada-dering-lantunan-alquran-bolehkah
REPUBLIKA.CO.ID,Kehadiran teknologi memang cukup
menguntungkan di banyak hal. Di satu sisi teknologi mendongkrak mobilitas dan
memudahkan aktivitas manusia. Namun, tak dimungkiri di sisi lain, menurut
perspektif Islam, ada persoalan yang mengganjal sebagai efek dan konsekuensi
dari teknologi itu.
Fenomena mutakhir ini, seperti terlihat dari maraknya mp3 Alquran yang bisa
tersimpan di berbagai perangkat pintar dan telepon genggam. Bermaksud baik,
hendak menghadirkan kekhusyukan dan keteduhan, tak sedikit Muslim memasang nada
dering berupa lantunan ayat suci Alquran itu atau kalimat tayibah lainnya.
Seperti, azan, iqamat, basmalah, dan taawudz. Bolehkah hal ini dilakukan?
Persoalan ini mendapat sorotan dari berbagai lembaga fatwa di beberapa negara
Timur Tengah, antara lain, Mesir, Arab Saudi, Sudan, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Lembaga-lembaga fatwa otoritatif di negara-negara tersebut sepakat menegaskan,
penggunaan lantunan ayat suci Alquran sebagai nada dering tidak diperbolehkan.
Tindakan ini dianggap merusak kesucian Alquran. Sebab, tak seharusnya Alquran
diposisikan untuk nada dering.
Secara garis besar, argumentasi yang disampaikan oleh lembaga-lembaga itu telah
terwakili oleh dua lembaga fatwa berikut, yakni Dar al-Ifta’ Mesir dan Komite
Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi.
Dar al-Ifta’ Mesir menguraikan, pemasangan Alquran sebagai nada dering dianggap
tak sesuai dengan etika kepatutan dan kepantasan berinteraksi dengan kitab suci
Alquran. Apalagi, terdapat tuntutan bersuci saat memegang atau membaca Alquran.
“Sesungguhnya Alquran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang
terpelihara (Lauhul Mahfuzh) tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang
disucikan.” (QS al-Waqiah [56] :77-79)
Menurut lembaga yang kini dipimpin oleh Syekh Syauqi Ibrahim Abd el-Karim Allam
itu, Alquran diturunkan sebagai bahan bacaan dan renungan, sedangkan jika
dipakai sebagai nada dering, tujuan itu tak tercapai. Alih-alih menghadirkan
kekhusyukan, justru suasana hening itu dengan sendirinya akan terpecah saat
menjawab panggilan. Ayat yang semestinya terbaca sempurna, bisa terpotong
secara tak beraturan dan menghilangkan esensi makna yang sesungguhnya.
Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi menambahkan, nada dering Alquran
dilarang karena dikhawatirkan dapat merendahkan Alquran. Ini karena pada
dasarnya Allah menurunkan Alquran sebagai kitab petunjuk untuk dibaca, dipahami
maknanya, dan dipraktikkan nilai-nilai berikut ajarannya. Bukan untuk dijadikan
sebagai nada dering. Baik di ponsel ataupun perangkat pintar lainnya.
Bahkan, menurut Komite yang pernah diketuai oleh Syekh Abdullah bin Baz
ini, larangan penggunaan nada dering itu tidak terbatas pada bacaan
Alquran, tetapi juga mencakup nada dering lagu-lagu dan musik atau instrumen
appun bentuknya. Baik berupa nasyid murni apalagi yang disertai dengan iringian
alat musik.
Larangan ini merujuk pada hadis sahih riwayat Bukhari tentang larangan musik
secara umum. Mengutip pendapat Syekh Ibnu Taimiyah, Komite ini menjelaskan
bahwa musik atau sejenisnya, termasuk ma’azif yang dilarang. Maka sebagai
solusi, cukup memakai nada dering standar berupa bunyi dering bel atau suara
telepon klasik.
Lalu, bagaimana dengan nada dering azan atau kalimat tayibah lainnya, seperti
doa, shalawat, dan zikir lainnya? Lembaga-lembaga di atas masih sepakat,
hukumnya tidak boleh. Dalam konteks azan, misalnya, pemakaiannya untuk nada
dering bisa menimbulkan kebingungan soal waktu shalat. Orang di sekitar yang
tak sengaja mendengarkannya, bisa terkecoh. Dan, pemakaiannya pun dianggap tak
sepantasnya.
Serangkaian kalimat tayibah itu adalah bentuk ibadah. Maka, tak sepatutnya
menempatkan posisi syiar agama itu dalam kondisi tak sepantasnya, seperti
penggunaannya untuk nada dering. Ini dianggap sebagai bentuk penghinaan
terhadap syiar agama.
Niat baik itu tak selamanya sejajar lurus dengan norma dan etika syariat.
Karenanya, lebih baik menggunakan nada dering selain syiar-syiar di atas.
Bagaimanapun, syiar-syiar agama itu lazimnya dihormati dan diagungkan. Bukan
malah sebaliknya. “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan
syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS
al-Hajj [22]: 32).
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/13/07/19/mq67mq-nada-dering-lantunan-alquran-bolehkah
Penulis: tutorial ~ Nurhasan Blogger | Blog Tutorial dan Informasi |
Artikel Nada Dering Lantunan Alqur'an.Bolehkah? ini dipublish oleh tutorial pada hari Monday 2 March 2015
Terima kasih Anda telah membaca artikel tentang Nada Dering Lantunan Alqur'an.Bolehkah?.
Terima kasih Anda telah membaca artikel tentang Nada Dering Lantunan Alqur'an.Bolehkah?.