Cara mendapatkan 3 Dolar per hari, kerjanya cuma klik iklan yang muncul langsung dibayar caranya:klik gambar dibawah ini atau klik
Register Clixsense, lengkapi identitas, tekan Sign-Up kemudian konfirmasi Email.Anda siap klik iklan.
Info Lengkap
Ruwahan, kirim do’a pada bulan Sya’ban apakah ada tuntunannya?
Saat ini kita berada di bulan Sya’ban atau orang jawa menyebutnya
dengan bulan Ruwah. Pada bulan ini ada tradisi yang diuri-uri
kelestariaannya sampai sekarang dan masih dijalankan terutama di daerah
pinggiran atau pedesaan. Orang mengenalnya sebagai tradisi Ruwahan atau
Arwahan yaitu tradisi yang berkaitan dengan pengiriman arwah orang-orang
yang telah meninggal dengan cara dido’akan bersama dengan mengundang
tetangga kanan kiri yang pulangnya mereka diberi ”berkat” sebagai simbul
rasa terima kasih. Oleh karena itu, jika bulan Ruwah tiba pasar-pasar
tradisional akan kebanjiran order untuk selamatan ruwahan, diantaranya
beras , bumbu-bumbu, lauk semuanya laris untuk kebutuhan selamatan
Ruwahan.
Entah kapan mulainya, beberapa warga desa yang ditemui tidak dapat
menjelaskan karena mereka ada tradisi itu telah ada dan selanjutnya
terus diadakan sampai mereka punya anak dan cucu.
Patut Dipahami: Do’a pada Mayit itu Bermanfaat
Yang patut dipahami bahwa doa dari orang yang hidup kepada orang yang
mati itu bermanfaat. Dalil yang mendukungnya adalah firman Allah,
وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang.“ (QS. Al Hasyr: 10).
Ayat di atas menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfaatan yang
dapat diberikan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah
meninggal dunia adalah do’a. Ayat ini mencakup umum, yaitu ada doa yang
ditujukan pada orang yang masih hidup dan orang yang telah meninggal
dunia.
Dari Ummu Darda’, ia berkata bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ
رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ
الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“
Do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak
mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang
yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas
mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan,
malaikat tersebut akan berkata: “Amin. Engkau akan mendapatkan semisal
dengan saudaramu tadi.” (HR. Muslim no. 2733). Walau hadits ini
disebutkan oleh Ummu Darda’ ketika ia meminta do’a pada Abu Az-Zubair
saat ia mau pergi berhaji, namun kandungan makna dari hadits tersebut
bisa diamalkan. Ummu Darda’ berkata pada Abu Zubair,
فَادْعُ اللَّهَ لَنَا بِخَيْرٍ فَإِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقُولُ
“Berdo’alah pada Allah untuk kami agar memperoleh kebaikan karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda … (disebutkan hadits di atas).”
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Do’a pada si mayit,
melunasi utangnya, termasuk pula sedekah atas si mayit bermanfaat
untuknya berdasarkan kesepakatan pada ulama.” (
Syarh Shahih Muslim, 7: 82).
Dikhususkan Kirim Do’a pada Bulan Ruwah
Kalau dikhususkan kirim do’a pada bulan ruwah (bulan Sya’ban) seperti
yang masih laris manis di tengah-tengah masyarakat, yang tepat hal itu
tidak ada tuntunannya. Karena do’a yang disyari’atkan yang telah disebut
di atas berlaku umum sepanjang waktu. Sedangkan kalau dikhususkan pada
waktu tertentu, harus butuh dalil. Sama halnya ada yang shalat tahajud
namun menganggapnya lebih afdhal dilakukan pada malam Maulid Nabi
daripada malam lainnya, tentu saja untuk melakukan shalat tahajud
semacam itu harus butuh dalil. Jika tidak ada, berarti amalan tersebut
tertolak. Karena tidak boleh membuat suatu ibadah dengan tata cara
khusus kecuali dengan dalil.
Syaikh Muhammad bin Husain Al-Jizaniy memberikan suatu kaedah,
كل
عبادة مطلقة ثبتت في الشرع بدليل عام؛ فإن تقييد إطلاق هذه العبادة بزمان
أو مكان معين أو نحوهما بحيث يوهم هذا التقييد أنه مقصود شرعًا من غير أن
يدلّ الدليل العام على هذا التقييد فهو بدعة
“Setiap ibadah mutlak yang disyari’atkan berdasarkan dalil umum, maka
pengkhususan yang umum tadi dengan waktu atau tempat yang khusus atau
pengkhususan lainnya, dianggap bahwa pengkhususan tadi ada dalam
syari’at namun sebenarnya tidak ditunjukkan dalam dalil yang umum, maka
pengkhususan tersebut tidak ada tuntunan.” (
Qawa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 116).
Alasan Lainnya, “Ini Sudah Jadi Tradisi”
Alasan lainnya untuk mendukung amalan tersebut tetap lestari karena
sudah jadi tradisi. Tradisi ruwahan tak ada yang pernah menukil siapa
yang mempeloporinya. Bahkan tak jelas amalan tersebut berasal dari mana.
Di Arab saja yang merupakan tempat turunnya wahyu, tradisi kirim do’a
seperti itu tidak pernah ada. Kalau pun ini amalan ini ada dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tentu di negeri Islam lainnya selain di negeri kita, ada juga ritual
semacam itu. Bukankah syari’at Islam itu berlaku untuk setiap umat di
berbagai belahan bumi yang berbeda?
Patut diketahui bahwa orang musyrik biasa beralasan dengan tradisi untuk amalan-amalan mereka. Orang musyrik itu berkata,
إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
“
Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka” (QS. Az Zukhruf: 22).
Syaikh Muhammad At Tamimi
rahimahullah dalam kitabnya
Masail Jahiliyyah berkata, “Sifat orang jahiliyyah adalah biasa berdalil dengan tradisi nenek moyangnya dahulu. Sebagaimana kata Fir’aun,
قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الْأُولَى
“
Berkata Fir’aun: “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?” (QS. Thaha: 51).
Begitu pula kata kaum Nuh,
مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آَبَائِنَا الْأَوَّلِينَ
“
Belum pernah kami mendengar ajaran seperti ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu” (QS. Al Mukminun: 24).”
Kaum Quraisy pun beralasan seperti itu,
مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي الْمِلَّةِ الْآَخِرَةِ إِنْ هَذَا إِلَّا اخْتِلَاقٌ
“
Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir;
ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.” (QS. Shaad: 7)
Berarti yang membedakan orang muslim dan orang kafir adalah dalam
mengikuti wahyu. Orang musyrik senantiasa beralasan dengan tradisi,
sedangkan orang muslim mengikuti wahyu dari Allah dan Rasul-Nya.
Do’a dan Amalan dari Anak Lebih Bermanfaat
Sebagai solusi yang bisa diberikan, yang pertama kita tetap tujukan
do’a pada mayit namun tak perlu mengkhususkan waktu seperti di bulan
Ruwah. Patut dipahami bahwa do’a dari orang lain memang bermanfaat untuk
mayit, namun do’a yang lebih manfaat adalah do’a dari anaknya sendiri.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ
إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ
صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“
Jika seorang manusia mati maka terputuslah darinya amalnya
kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil
manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ
عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا
وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ
أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِى
صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
“
Sesungguhnya yang akan selalu menemani orang beriman adalah ilmu
dan kebaikannya. Setelah matinya ada ilmu yang ia ajarkan dan ia
sebarkan, begitu pula anak shalih yang ia tinggalkan, juga ada di situ
mushaf yang ia wariskan atau masjid yang ia bangun, atau rumah untuk
ibnus sabil yang ia bangun, atau sungai yang ia alirkan, atau sedekah
yang ia keluarkan dari hartanya ketika ia sehat dan semasa hidupnya. Itu
semua akan menemaninya setelah matinya.” (HR. Ibnu Majah no. 242. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
dha’if. Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan).
Di samping do’a dari anak, amal shalihnya pun sebenarya bermanfaat
untik orang tuanya, meskipun ia tidak niatkan untuk kirim pahala pada
orang tuanya. Hal ini disimpulkan dari ayat,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39). Lalu dalam hadits disebutkan,
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“
Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah
hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang
tua.” (HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa’i no. 4451. Al Hafizh Abu Thahir menyataan hadits ini
shahih).
Ini berarti amalan dari anaknya yang shalih masih tetap bermanfaat
untuk orang tua walaupun sudah berada di liang lahat karena anak adalah
hasil jerih payah orang tua yang pantas mereka nikmati.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Jika tulisan ini
menarik, silakan share pada kaum muslimin lainnya sehingga mereka pun
mendapatkan pemahaman dan petunjuk.
Wallahu waliyyut taufiq.
Semoga bermanfaat buat kita semua....Amin
Sumber:rumaysho.com
Penulis: Unknown ~ Nurhasan Blogger | Blog Tutorial dan Informasi |
Artikel
Arti Tradisi Ruwahan di Bulan Syaban ini dipublish oleh Unknown pada hari Monday, 16 May 2016
Terima kasih Anda telah membaca artikel tentang
Arti Tradisi Ruwahan di Bulan Syaban.
Related Posts
No comments:
Post a Comment